Ferdinand Mono Turang
Mono Turang Ingatkan Sesama Anggota DPRD jika Perubahan APBD 2023 untuk Kepentingan Rakyat bukan Kelompok
Tomohon, Multiverum.com – setelah melalui proses panjang dan alot pemerintah kota Tomohon bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ( DPRD) Kota Tomohon secara resmi menetapkan Anggaran Perubahan Tahun 2023, untuk di evaluasi ke propinsi dan ditetapkan sebagai perubahan anggaran Tahun 2023.
Hal ini ditetapkan secara bersama untuk kota Tomohon yang di laksanakan melalui ruang sidang DPRD kota Tomohon pada Rabu (27/9) malam.
Anggota DPRD Kota Tomohon, Ferdinand Mono Turang selalu anggota DPRD kota Tomohon pun angkat bicara dan meminta kepada masyarakat supaya jangan sampai termakan dengan isu yang ada sekarang, yang menerangkan jika produk hukum DPRD kota Tomohon Terkait APBD P 2023 tidak legal.
“Perubahan APBD 2023 adalah kepentingan rakyat dan bukan kepentingan kelompok atau partai politik tertentu apalagi pribadi, sehingga tidak perlu membuat sensasi yang kontra produktif terhadap proses yang telah dilaksanakan yang sudah sesuai dengan aturan,” ungkapnya.
Menurutnya, yang utama dan terpenting adalah tanggung jawab yang diberikan R Anggota DPRD Tomohon kepada masyarakat harus dikedepankan.
“Bagi kawan kawan di DPRD yang tidak menyetujui atau bahkan tidak mengakui perubahan APBD 2023 silahkan saja melakukan apa yang dianggap perlu, akan tetapi lebih terhormat bilamana ada pihak yang bersikap tidak menyetujui sebaiknya tidak menggunakan APBD perubahan tersebut sebagai hal yang memprovokasi. Lebih baik bersikap kesatria. Jadi fair aja,” tukasnya.
Menariknya, Wakil Ketua DPRD Kota Tomohon, John Runtuwene turut angkat bicara akan hal yang dilakukan Ferdinand Mono Turang.
Menurut penilaian kami bahwa 2 orang Anggota Banggar atas nama James Kojongian dan Mono Turang memiliki legal standing dalam pembahasan P-APBD 2023 bersama TAPD karena nama mereka berdua jelas tercantum dalam SK DPRD yang berlaku saat ini. Bukan tanpa alasan, bahwa sampai dengan detik ini kami tidak pernah melihat atau diperlihatkan kalau sudah ada SK DPRD yang baru yang mengganti keanggotaan mereka dari AKD Banggar.
“Jadi dapat kami nilai pula bahwa kedudukan mereka berdua di dalam Badan Anggaran DPRD adalah sah dan beralasan menurut hukum. Yang kedua, menyangkut pelaksanaan paripurna P-APBD 2023 bahwa saya bersama pak Erens Kereh selaku Pimpinan DPRD dan teman-teman Anggota DPRD yang hadir memandang bahwa paripurna itu ditutup secara ilegal dan cacat hukum sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ujarnya.
Lanjutnya, kita semua statusnya setara dan sama yakni Anggota DPRD. Hanya kebetulan saja saya dan pak Erens Kereh duduk di dalam AKD Pimpinan DPRD, sementara Pak Mono duduk di dalam AKD Banggar, dan pak James duduk di dalam AKD Banmus, dimana kita mempunyai tugas dan wewenang masing-masing yang telah diatur dalam Tatib. Satu yang perlu digarisbawahi bersama bahwa kita di DPRD ini bukan atasan-bawahan dan tidak saling membawahi satu sama lain.
“Selanjutnya mari kita bedah aturan, dalam PP 12/2018 khususnya Pasal 33 poin a yang disebutkan itu adalah Pimpinan DPRD bukan menyebut Ketua DPRD bukan pula Wakil Ketua DPRD, tetapi Pimpinan DPRD. Apa bunyinya? Bahwa Pimpinan DPRD mempunyai tugas dan wewenang memimpin rapat DPRD dan menyimpulkan hasil rapat untuk diambil keputusan,” tutur Jonru sapaan akrabnya.
Ditambahkannya, jadi dalam hal ini kami berdua bersama Pak Erens Kereh selaku Pimpinan DPRD bukan hanya mempunyai tugas tetapi juga mempunyai wewenang yang sama dan setara untuk memimpin rapat DPRD dan menyimpulkan hasil rapat untuk diambil keputusan. Apalagi kita ini kolektif kolegial (Pasal 35 PP 12/2018).
Sehingga harus dipahami pula bahwa paripurna tingkat II ini tidak dapat ditutup secara sepihak oleh karena jikalau sudah ditutup itu berarti sudah harus menghasilkan keputusan rapat, apakah menyetujui bersama atau tidak menyetujui (menolak) Ranperda P-APBD 2023 tersebut (Pasal 9 ayat 4 PP 12/2018). Ini logika hukum sederhana, sudah jelas dalam Tatib bahwa rapat paripurna Ranperda P-APBD 2023 output-nya pengambilan keputusan bukan hanya bersifat pengumuman (Pasal 93 PP 12/2018).
Perdebatan, silang pendapat, dan hujan interupsi adalah suatu dinamika politik di dalam lembaga politik. Itu adalah hal yang biasa terjadi. Seharusnya kalau yang bersangkutan merasa tidak mampu untuk memimpin rapat, serahkan saja kepada saya dan pak Erens, lalu kemudian silahkan walk out.
“Bahwa adanya pernyataan yang antara lain mengatakan “sidang sudah ditutup oleh pimpinan, jadi paripurna sudah selesai dan peserta sidang sudah berhak untuk pulang.” adalah bukan atas nama Pimpinan DPRD melainkan atas inisiatif pribadi yang bersangkutan oleh karena 3 (tiga) orang Pimpinan DPRD tidak pernah membicarakan apalagi menyepakati hal tersebut. Kalau pun memang ada pembicaraan ke arah situ, secara tegas saya akan tolak. Karena itu merupakan tindakan yang tidak bersesuaian dengan Tatib atau malah dapat dianggap melanggar Tatib (Pasal 33 PP 12/2018).
Dan yang terakhir, jangan merasa pendapatmu lah yang paling benar. Karena yang menentukan cacat tidaknya atau sah tidaknya bukanlah mereka bukan pula saya, tetapi ada lembaga yang berwenang secara atributif untuk memutuskan cacat tidaknya atau sah tidaknya keputusan persetujuan tersebut dan itu berada di tangan lembaga yudikatif bukan di eksekutif dan bukan pula di legislatif,” urainya.(nox)