Stefan Obadja Voges : Fenomena “Kutu Loncat” Caleg ke PDIP Bakal Timbulkan Persoalan Internal Partai

Stefan Obadja Voges SH

Manado, Multiverum.com – fenomena maraknya politisi yang ramai berpindah partai dan merujuk ke PDIP dalam pemilu legislatif di tahun 2004,

Hal ini menjadi perhatian pengamat hukum dan politik Sulut, Stefan Obadja Voges SH saat dimintai tanggapan oleh media ini, Senin (03/07-2023).

Menurut dosen di Fakultas Hukum Unsrat ini, PDIP harus diakui telah menjadi partai favorit yang diincar banyak caleg. Banyak caleg dari partai lain yang berlomba lomba untuk mendapatkan kursi dari PDIP. PDIP pun sendiri tidak menampik perpindahan ini, mereka menerima siapa saja yg ingin bergabung.

“Jika dulu ada istilah “kutu loncat” yg ditujukan bagi para caleg yang pindah pindah partai, yang konotasinya agak negatif karena berkaitan dengan loyalitas dan pengkaderan, namun sekarang justru semakin berbondong nondong caleg pindah tanpa kuatir di cap kutu loncat,” Fenomena apakah ini ?, tanya Voges.

Lanjutnya, kondisi ini adalah cerminan modernisasi kepartaian. Partai di jaman sekarang tidak lagi menerapkan aturan kaku dalam perekrutan caleg. Apalagi dengan sistem proporsional terbuka, maka masyarakat memilih bukan hanya semata karena partai, tetapi juga karena figur. Bagi figur yang memiliki konstituen yang fanatik, tidak akan kesulitan mendulang dukungan, karena pendukung mereka tidak akan mempersoalkan partai sang figur berlabuh. Apalagi jika sang figur selama ini telah menunjukkan kinerja yang positif dimata masyarakat.

“Partai sendiri meskipun cukup terbuka, namun tentunya harus selektif dalam memilih siapa figur yang potensial untuk membesarkan partai. Terjadi simbiosis-mutualisma atau win-win solution baik bagi partai maupun bagi caleg,” nilainya.

Ditambahkannya, hanya saja bukan berarti bahwa hal ini tidak memiliki potensi masalah. Masuknya caleg yang berpindah partai tentunya menutup peluang kader internal yang selama ini sudah mempersiapkan diri. Hal ini pastinya akan menimbulkan persoalan internal partai.

“Disisi lain, sekalipun para caleg yang berpindah ini disambut untuk bergabung, namun belum tentu kemudian mereka “diterima” secara lapang dalam keluarga besar partai. Mereka sama saja dengan menapaki karier berpartai “pertamina”: mulai dari nol. Jika di partai sebelumnya mereka memiliki posisi/jabatan dalam kepengurusan, belum tentu di partai baru mereka langsung memperoleh jabatan. Modernisasi kepartaian ini merupakan sebuah kenyataan yang harus dicermati oleh semua lembaga politik di negara kita. Ke Depan, partai besar akan selalu menjadi target bagi para caleg. Ini merupakan konsekuensi logis politik modern,” ungkapnya.(nox)

Redaksi MV: